Air adalah faktor yang sangat
penting dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman, tentu dalam melakukan
budidaya pastinya di perhatikan pengairannya. Untuk mengairi lahan pertanian
umumnya petani mengandalkan air permukaan, airtanah serta air hujan. Jika
berbicara tentang kualitas air maka kegiatan pertanian merupakan salah satu faktor
non alami dari sekian banyak faktor yang dapat menyebabkan pencemaran air
khususnya airtanah sebab dominan dalam kebutuhan air minum masyarakat memilih
menggunakan airtanah dari pada air permukaan.
Penggunaan pestisida di
dalam budidaya sayuran, khususnya komoditas bernilai ekonomis tinggi sangat
intensif, dan diberikan dalam takaran tinggi dengan tujuan untuk menjamin
keberhasilan produk sayuran tersebut. Hasil penelitian menunjukkan, 30-50% dari
total biaya produksi hortikultura digunakan untuk pestisida (Badan Penelitian
dan Pengembangan Pertanian, 1992). . Penggunaan pestisida yang intensif dapat
meninggalkan residu di dalam tanah dan tanaman, bahkan dapat masuk ke dalam
tubuh hewan, jika residu tersebut masuk hingga ke lingkungan air atau airtanah
ikan atau biota air lainnya. Pestisida dengan paruh waktu (half life time)
degradasi yang lama dapat membahayakan kesehatan manusia dan mahluk hidup yang
mengkonsumsi produk yang mengandung residu pestisida tersebut.
Sifat penting yang
dimiliki pestisida adalah daya racun atau toksisitas. Meski bahan kimia
tersebut hanya dimaksudkan untuk mematikan suatu jenis hama tertentu tetapi
pada hakekatnya bersifat racun untuk semua mahluk hidup. Hampir semua jenis
pestisida tidak bersifat selektif dan mempunyai spektrum yang luas sebagai
racun.
Percuma
jika kita memiliki hasil panen yag berlimpah jika aktifitas pertanian tersebut
menurunkan kualitas air di daerah tersebut. Oleh karena itu perkembangan suatu
wilayah juga perlu diperhatikan keberlanjutan system pertaniannya dengan
meminimalisir efek pertanian terhadap kualita airtanah maupun air permukaan.
Salah satu setting penelitian sederhana bertujuan untuk mengetahui pengaruh
lingkungan dan hidrogeologi terhadap kualitas airtanah bebas, ditinjau dari
sifat kimia (pH, nitrat, amonia, TSS dan COD), dapat juga digunakan
metode-metode geofisika yang akan menginterpretasikan bawah permukaan dengan
kaitannya terhadap transport pencemaran dibawah permukaan, selanjutnya dapat
kita cari hubungan antara lingkungan fisik maupun lingkungan non-fisik. Faktor
lingkungan fisik menyangkut kondisi lahan, kedalaman muka airtanah, batuan
penyusun dan hidrogeologi setempat serta factor lainya. Faktor lingkungan
non-fisik berkait dengan aktivitas antropogenik. Setting penelitian sederhana ini
diharapkan dapat digunakan untuk menentukan pengaruh lingkungan fiasik dan non
fisik terhadap kualitas airtanah disuatu wilayah sehingga pengambil kebijakan
disuatu wilayah dapat memiliki gambaran sebelum bertindak serta dapat membuat
peraturan-peraturan yang membuat keselarasan dalam mengelola pertanian dengan
efek pencemarannya. (Lebih baik mencegah dari pada mengobati).
Contoh Kasus :
Brebes
tahun 2015, di Kecamatan Ketanggungan, kerusakan terjadi di lahan bawang merah
seluas 48 persen dari total lahan. Sedangkan lahan yang tidak rusak sekitar 43
persen atau 6,668 hektare. Di Kecamatan Jatibarang, luas tanah yang rusak 2.985
hektare atau 80 persen dari total luas lahan. Adapun di Kecamatan Larangan luas
tanah yang rusak mencapai 69 persen. Lahan pertanian rusak akibat terpengaruh
pestisida.
Terbukti juga dari hasil penelitian
Ekaputri (2001) yang menunjukkan bahwa perairan Sungai Ciliwung, Jawa Barat
yang mengalir melewati daerah Bogor, Depok, dan Jakarta mengandung residu
insektisida endosulfan dengan konsentrasi berkisar antara 0,7- 4,0 μg/L. Selain
itu, Taufik et al. (2003) juga melaporkan bahwa perairan tambak serta saluran
irigasi di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah telah tercemar oleh insektisida
endosulfan yang berasal dari limbah pertanian dan perkebunan dengan konsentrasi
secara berturut-turut sebesar 2,7 dan 3,2 μg/L
Comments
Post a Comment