Skip to main content

MASALAH KLASIK BANJIR, JENIS BANJIR, FAKTOR PENYEBAB BANJIR HINGGA PENGELOLAAN BANJIR SEPERTI APA ? DAN CONTOH STUDI KASUS DI INDONESIA


Image

Bahaya maupun bencana sudah ada sejak zaman dahulu. Bencana pada masa tersebut antara lain banjir yang dialami oleh Nuh dan masyarakatnya. Penjelajahan arkeologis juga menunjukkan bahwa manusia pra sejarah menghadapi resiko sama seperti yang dihadapi manusia saat ini seperti kelaparan, kejahatan dari manusia lain, penyakit, serangan hewan liar, dll. Mereka juga berupaya untuk mengurangi atau memitigasi resiko antara lain dengan hidup atau tinggal di dalam gua (Coppola, 2007).

Banjir merupakan masalah klasik bagi masyarakat indonesia dimana terbenamnya daratan oleh air yang terjadi oleh faktor-faktor tertentu.  Belakangan, fenomena banjir termasuk kategori bencana alam yang merugikan masyarakat dan pemerintah termasuk Indonesia.

Banjir dapat berupa genangan pada lahan yang biasanya kering seperti pada lahan pertanian, permukiman, pusat kota. Banjir dapat juga terjadi karena debit/volume air yang mengalir pada suatu sungai atau saluran drainase melebihi atau diatas kapasitas pengalirannya. Luapan air biasanya tidak menjadi persoalan bila tidak menimbulkan kerugian, korban meninggal atau luka-2, tidak merendam permukiman dalam waktu lama, tidak menimbulkan persoalan lain bagi kehidupan sehari-hari. Bila genangan air terjadi cukup tinggi, dalam waktu lama, dan sering maka hal tersebut akan mengganggu kegiatan manusia. Dalam sepuluh tahun terakhir ini, luas area dan frekuensi banjir semakin bertambah dengan kerugian yang makin besar (BNPB, 2013).

Faktor yang memicu terjadinya banjir antara lain faktor alam (Natural) dan faktor lainya seperti akibat aktifitas manusia (antropogenik). Faktor alam seperti gunung meletus misalnya, yang mengakibatkan banjir lahar. Sedangkan faktor lainnya seperti penebangan hutan liar misalnya, tak lain merupakan kesalahan dan keserakahan manusia sendiri.

Banjir dikategorikan sebagai bencana alam karena merugikan masyarakat. Dari merusak bangunan tempat tinggal, mengganggu aktivitas sehari-hari, merendam perkebunan maupun sawah yang ujung-ujungnya gagal panen, hingga mendatangkan penyakit dan mendatangkan korban jiwa. Penyakit yang menjangkit masyarakat karena adanya banjir biasanya disebabkan karena air banjir sudah terkontaminasi atau tercampur dengan sampah, kotoran hewan dan juga manusia. Penyakit yang menjadi tren saat bencana banjir adalah diare, kolera, tipus, dan lainnya.

Kodoatie dan Syarief (2006) menjelaskan faktor penyebab banjir antara lain perubahan guna lahan, pembuangan sampah, erosi dan sedimentasi, kawasan kumuh di sepanjang sungai, system pengendalian banjir yang tidak tepat, curah hujan tinggi, fisiografi sungai, kapasitas sungai yang tidak memadai, pengaruh air pasang, penurunan tanah, bangunan air, kerusakan bangunan pengendali banjir.

*Berdasarkan kodisi geografisnya, kawasan yang terletak di dataran banjir mempunyai resiko yang besar tergenang banjir.

*Terjadinya banjir juga dipengaruhi oleh kegiatan manusia atau pembangunan yang kurang memperhatikan kaidah-kaidah konservasi lingkungan. Banyak pemanfaatan ruang yang kurang memperhatikan kemampuannya dan melebihi kapasitas daya dukungnya.

*Dalam hal perilaku atau kesadaran masyarakat terhadap lingkungan, masih banyak masyarakat yang belum atau kurang menyadari bahwa perilaku sehari-hari atau kegiatan yang dilakukannya dapat merugikan orang lain, baik di daerah tersebut maupun di daerah lain.

Jenis-Jenis Banjir

Peristiwa banjir yang terjadi tentunya bermacam-macam tergantung pada penyebabnya. Oleh karena itu, terjadinya banjir dilihat dari penyebabnya terbagi menjadi beberapa jenis,  antara lain:

  1. Banjir Air

Banjir air adalah banjir yang sering sekali terjadi dimana penyebab dari banjir ini adalah kondisi air yang meluap di dan dari beberapa tempat, seperti sungai, danau maupun selokan.Air dari tempat-tempat tersebut yang biasanya menjadi tempat penampungan dan sirkulasinya membuat daratan yang ada di sekitarnya akan tergenang air. Banjir ini biasanya terjadi karena hujan yang begitu lama sehingga sungai, danau maupun selokan tidak lagi cukup untuk menampung semua air hujan tersebut dimana dikuti dengan sedimentasi yang berlebihan yang juga mengambil bagian dalam mengurangi daya tampung tempat-tempat yang diuraikan sebelumnya.

  1. Banjir Cileuncang

Banjir ini sebenarnya hampir sama dengan banjir air. Namun yang membedakan banjir cileuncang dengan banjir air adalah banjir ini terjadi karena hujan yang deras dengan debit/aliran air yang begitu besar. Sedemikian sehingga air hujan yang sangat banyak ini tidak mampu mengalir melalu saluran air (drainase) kemudian mengakibatkan air  meluap dan menggenangi daratan.

  1. Banjir Rob (Laut Pasang)

Banjir laut pasang atau dikenal dengan sebutan banjir rob merupakan jenis banjir yang disebabkan oleh naiknya atau pasangnya air laut sehingga menuju ke daratan sekitarnya. Banjir jenis ini biasanya sering menimpa pemukiman bahkan kota-kota yang berada di pesisir laut, seperti daerah Muara Baru di ibukota Jakarta, semarang maupun surabaya. Terjadinya air pasang di laut akan menahan aliran air sungai yang seharusnya menuju ke laut dari tumpukan air sungai inilah akan menyebabkan tanggul jebol dan air menggenangi daratan.

  1. Banjir Bandang

Berbeda dengan jenis banjir sebelumnya, pada Banjir bandang ini banjir yang terjadi tidak hanya membawa air saja tapi material-material lainnya seperti sampah, batuan besar, ranting kayu, rumah dan lumpur. Biasanya banjir ini disebabkan karena bendungan air yang jebol. Sehingga banjir ini memiliki tingkat bahaya yang lebih tinggi daripada banjir air. Bukan hanya karena mengangkut material-material lain di dalamnya yang tidak memungkinkan manusia berenang dengan mudah, tetapi juga arus air yang terdakang sangat deras.

  1. Banjir Lahar

Banjir lahar merupakan jenis banjir yang disebabkan oleh lahar gunung berapi yang masih aktif saat mengalami erupsi atau meletus. Dari proses erupsi inilah nantinya gunung akan mengeluarkan lahar dingin yang akan menyebar ke lingkungan sekitarnya. Air dalam sungai akan mengalami pendangkalan sehingga juga akan ikut meluap merendam daratan.

  1. Banjir Lumpur

Banjir ini merupakan jenis banjir yang disebabkan oleh lumpur. Salah satu contoh identic yang masih terjadi sampai saat ini adalah banjir lumpur Lapindo di Sidoarjo, Jawa Timur. Banjir lumpur ini hampir menyerupai banjir bandang, tetapi lebih disebabkan karena keluarnya lumpur dari dalam bumi yang kemudian menggenangi daratan. Tentu lumpur yang keluar dari dalam bumi tersebut berbeda dengan lumpur-lumpur yang ada di permukaan. Hal ini bisa dianalisa dari kandungan yang dimilikinya, seperti gas-gas kimia yang berbahaya.

 Secara umum, beberapa penyebab terjadinya banjir, antara lain:

  1. Air sungai yang meluap

Meluapnya air sungai yang terjadi merupakan salah satu faktor yang bisa menyebabkan terjadinya banjir. Meluapnya air sungai ini bisa saja disebabkan karena adanya pengendapan di dasar sungai. Endapan yang terjadi bisa disebabkan karena turunnya hujan dalam waktu yang cukup lama sehingga sungai kehilangan daya tampung terhadap air tersebut. Selainnya itu, bisa juga disebabkan karena adanya penyempitan permukaan aliran sangai sehingga air yang mengalir semakin terbatas.

  1. Banjir yang terjadi di muara

Banjir ini terjadi di bagian muara yang biasanya disebabkan oleh perubahan cuaca. Di mana pada keadaan tersebut terjadi proses naiknya/pasangnya air laut yang terkadang memancing terjadinya badai di lautan. Faktor badai inilah yang menjadi penyebab utama terjadinya banjir di kawasan muara. Badai tersebut biasanya adalah badai jenis siklon tropis atau siklon ekstratropis.

  1. Bencana alam

Banjir juga bisa terjadi karena adanya bencana alam. Sehingga banjir ini biasanya akan datang secara tiba-tiba tanpa bisa diprediksi sebelumnya. Bencana alam yang bisa saja menyebabkan terjadinya banjir ini, antara lain gempa bumi, gunung meletus hingga menyebabkan banjir lahar maupun karena adanya tanggul yang jebol, seperti yang terjadi pada tahun 2009 di Situ Gintung.

  1. Air laut yang meluap

Meluapnya air laut yang terjadi sehingga menyebabkan banjir biasanya terjadi karena ada beberapa faktor yang mendahuluinya terlebih dahulu. Contohnya dengan adanya pasang air laut sehingga air laut tersebut meluap ke daratan yang ada di sekitarnya, adanya gempa bumi sehingga menyebabkan tsunami, seperti yang terjadi di Aceh, dan berbagai kejadian lainnya, seperti badai.

Ada dua peristiwa yang terjadi sehingga menyebabkan air laut meluap dari terjadi tingginya air pasang (spring tide), antara lain:

  • Pengaruh perigeedan apogee

Suatu kekuatan gravitasi sebuah benda selalu ditentukan oleh jarak. Begitu pula gaya gravitasi bulan, besar gravitasinya bergantung pada jarak dari bulan (orbit bulan) ke pusat inti bumi. Di mana jarak antara bulan dan bumi selalu berubah karena orbit bulan yang berbentuk elips. Jarak terjauh antara bulan dan pusat bumi saat melakukan revolusi mengelilingi bumi pada orbitnya inilah yang disebut apogee. Sedangkan jarak terdekatnya yang disebut perigee.

Ketika posisi bulan berada di titik perigee, maka efek gaya gravitasi bulan di bumi akan sangat besar. Sebaliknya, ketika posisi bulan berada di titil apogee, maka efek gaya gravitasi bulan di bumiakan sangat kecil. Sedangkan apabila kondisi perigee tersebut bersamaan dengan situasi bulan dan matahari berada dalam keadaan satu garis lurus, maka akan terjadi pembentukan pasang laut yang sangat tinggi, yang disebut perigean spring tide. Inilah pasang laut yang sangat berbahaya bagi warga yang bermukim di sekitar laut. Apalagi saat kejadian tersebut juga diiringi dengan tiupan angina kencang yang cukup lama, maka bisa saja terjadi gelombang pasang, yang semakin memperparah suasana.

Prediksi terjadinya perigee dan apogee yang berulang dalam 28 hari, akan sesuai dengan waktu yang dibutuhkan bulan untuk kembali pada posisi/titik semula (360o). Kemunculan perigee dan apogee dalam bulan-bulan selama setahun akan berbeda beda. Hal ini dikarenakan waktu revolusi bulan tidak sama waktunya dengan satu bulan dalam tahun atau kalender Masehi.

  • Pengaruh inklinasi (tetap) orbit bulan dan sumbu bumi

Faktor lainnya adalah apakah kawasan tersebut berada tepat di bawah lintasan bulan atau tidak. Di mana orbit bulan selalu tetap atau ber-inklinasi terhadap bidang orbit bumi dengan besar sudut 5o8’. Oleh sebab itu, suatu waktu bulan akan berada tepat di bidang orbit bumi ketika sedang berevolusi.

  1. Rusaknya hutan

Sebagaimana kita ketahui bahwa hutan memiliki sifat vital sebagai tempat resapan air terbesar yang bisa diandalkan di muka bumi. Hujan yang mampu menyerap air tanah sehingga menjadi cadangan juga bagi manusia yang dialirkan melalui air tanah sangatlah penting untuk tetap dijaga keberlangsungannya (baca : jenis jenis hujan). Apabila hutan sudah rusak ataupun dirusak oleh pihak yang tidak bertanggung jawab, tentu tidak aka nada lagi yang mampu untuk melakukan resapan air dalam jumlah besar dan mampu menyimpannya sebagai cadangan kebutuhan air. Dengan kondisi gundulnya hutan, maka peristiwa banjir tidak akan bisa terelakkan terutama di kawasan perkotaan yang sudah sangat jarang pepohonan.

  1. Lumpur

Lumpur bisa saja menjadi penyebab terjadinya banjir karena adanya endapan yang menumpuk pada kawasan pertanian. Sehingga memicu sedimen yang terkumpul dalam endapan tersebut untuk terpisah dan larut dalam air yang bisa menjadi penumpukan di dasar sungai. Hal ini bisa kita lihat apabila terjadi banjir akibat sungai yang meluap, di mana air membawa partikel lumpur di dalamnya. Penyebab lainnya bisa saja karena paksaan manusia untuk mengeluarkan lumpur dari dalam perut bumi melalui proses pengeboran yang berlebihan, seperti banjir lumpur lapindo di Sidoarjo, Jawa Timur. Yang mana peristiwa tersebut sejatinya terjadi karena adanya kesalahan manusia atau faktor human error.

  1. Perilaku manusia

Perilaku manusia inilah yang sering kali menjadi faktor dominan penyebab banjir yang terjadi di masyarakat saat ini. Perilaku tersebut dimulai dengan kebiasaan buruk yang membuang sampah sembarangan terutama di sungai sehingga menghambat laju aliran airnya, kemudian terjadi luapan air menuju daratan.

Perilaku lainnya yang memprihatinkan hingga saat ini adalah menebang hutan sembarangan sehingga hutan-hutan menjadi gundul dan tidak ada lagi yang memiliki kemampuan untuk melakukan resapan air dalam jumlah besar serta menyimpannya sebagai cadangan ketersediaan air di muka bumi.

  1. Perubahan iklim dan cuaca yang ekstrim (tak tentu)

Perubahan iklim dan cuaca yang tak menentu juga bisa menjadi faktor yang tidak akan terduga, terutama dalam kondiri saat ini. Curah hujan yang berlebihan bisa saja akan menyebabkan banjir meskipun tempat yang dihujani sudah memiliki kemampuan yang cukup mumpuni untuk melakukan resapan air. Sebaliknya, apabila yang terjadi adalah kemarau berkepanjangan, maka justru ketersediaan air akan kurang bahkan menimbulkan kekeringan. Apalagi di tengah isu global warning yang semakin marak seperti saat ini.

  1. Saluran air (drainase) yang buruk

Saluran air atau drainase merupakan tempat untuk mengalirnya aliran air. Saluran air yang buruk tentunya akan menghambat mengalirnya air sebagaimana mestinya. Sedemikian sehingga saat hujan turun atau limpahan air yang datang dari suatu tempat akan terhambat proses mengalirnya. Oleh karena itu, saluran drainase harus dalam kondisi baik dan rutin dibersihkan hingga tidak terjadi sumbatan.

  1. Penyebab lainnya

Penyebab lain yang dapat memicu terjadinya banjir adalah ketika terjadi luapan air di kawasan kedap air, dalam artian kawasan tersebut tidak memiliki kemampuan untuk menyerap air dalam waktu singkat. Kejadian ini biasanya banyak terjadi ke kawasan perkotaan yang hampir semua dasar tanahnya sudah memakai aspal dan beton. Pemukiman modern ala perkotaan yang alas tanahnya sudah disulap menjadi paving-paving cantik dengan berbagai macam motif sehingga menyisakan kawasan pertanahan yang sangat sedikit sekali.

Selain itu juga bisa disebabkan karena terjadinya badai menuju arah yang sama dan pembangunan bendungan yang sembarangan tanpa memperhitungkan keadaan sekitarnya, yang mungkin padat pemukiman. Sehingga apabila air dalam bendungan meluap akan mengenai pemukiman tersebut.


*Contoh Masalah Banjir Di indonesia

Banjir di DAS Citarum juga disebabkan oleh beragam persoalan seperti penggundulan kawasan hulu DAS, penurunan muka tanah akibat penggunaan air yang berlebihan, sedimentasi, dan perilaku masyarakat di sekitar sungai yang kurang baik dalam memperlakukan lingkungan, terutama dalam membuang sampah ke badan sungai (Kodoatie dan Syarief, 2006; Rosyidie dkk, 2012).

Salah satu penyebab terjadinya banjir Bandung Selatan adalah terjadinya perubahan guna lahan di wilayah hulu DAS Citarum terutama di kawasan Gunung Wayang. Kawasan yang semula penggunaan lahannya didominasi oleh hutan, baik yang dikelola oleh perhutani maupun pihak lain (termasuk masyarakat), kini telah banyak yang berubah menjadi pertanian hortikultura dengan tanaman musiman seperti kentang, wortel, dll yang memerlukan waktu singkat untuk dapat dipanen (Rosyidie dkk, 2012)

Kegiatan tersebut dalam waktu singkat memang mampu memberikan pendapatan yang cukup besar kepada petani, namun dampak lingkungan yang ditimbulkan cukup serius bukan hanya bagi wilayah tersebut tetapi juga bagi wilayah dibawahnya. Banyak tanah dengan kelerengan tinggi/terjal ditanami tanaman musiman sehingga tidak mampu melindungi tanah dari erosi. Walaupun masyarakat sudah dihimbau untuk beralih ke pekerjaan lain dan menanami lahan mereka dengan tanaman keras atau tanaman tahunan, namun dengan pertimbangan ekonomi dan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari maka tidak banyak penduduk yang bersedia merubah pola tanam mereka. Akibatnya, tingkat erosi di kawasan tersebut tetap tinggi sehingga menimbulkan sedimentasi dan banjir di wilayah bawahnya.

Salah satu penyebab terjadinya banjir di sejumlah wilayah Kabupaten Bandung dan Sumedang adalah penurunan alih fungsi lahan DAS Citarum. Pada saat ini kondisi hutan di hulu DAS Citarum sudah sangat kritis akibat perambahan hutan atau illegal logging, yang dilakukan oleh masyarakat untuk kemudian ditanami tanaman hortikultura seperti sayuran (Pikiran Rakyat 2010). Akibatnya, pada waktu turun hujan maka hutan sudah tidak mampu untuk menyimpan air. Air hujan akan langsung mengalir sebagai aliran permukaan dan terjadi banjir. Saat ini hulu DAS Citarum sudah tidak dapat lagi menyerap atau menahan air hujan sehingga terjadi erosi dan kemudian material hasil erosi tersebut terbawa air mengalir ke wilayah hilir (Pikiran Rakyat, 210).

Kompleksnya permasalahan banjir di Kabupaten Bandung dan wilayah lainnya ternyata juga terkait dengan kelemahan kebijakan dalam pengelolaan lingkungan dan perilaku manusia (Pikiran Rakyat, 2010).

Banjir di luar Jawa dari tahun ke tahun juga meningkat dengan salah satu penyebab utama karena pembalakan liar. Daerah yang semula mengalami genangan biasa sekarang sudah menjadi bencana karena bertambahnya tinggi dan lama genangan (Kodoatie dan Syarief, 2006). Diantara berbagai faktor penyebab terjadinya banjir tersebut diatas, faktor perubahan guna lahan atau tata ruang merupakan penyebab utama terjadinya banjir di banyak daerah (Kodoatie dan Syarief, 2006)

Cara Mengantisipasi dan Mengatasi Banjir

Peristiwa banjir yang identik dengan sebutan bencana tentunya memerlukan perhatian serius untuk bisa diantisipasi dan diatasi apabila telah terjadi. Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi dan mengatasi terjadinya banjir sehingga mampu meminimalisir kejadian ataupun dampak yang ditimbulkan, antara lain:

  1. Penanaman dan pengubahan mindset atau pola pikir, sikap atau tingkah laku serta aspek spiritual manusia untuk lebih menghargai alam

Sebagaimana telah kita ketahui bahwa ilmu alam merupakan ilmu pasti, meskipun kita enggan untuk benar-benar mengakui dan menyadari fakta tersebut. Alam sebagai ilmu pasti tidak akan mengenal akan istilah basa-basi. Sebagaimana kita pelajari bahwa rumus dalam ilmu alam sendiri sangatlah jelas atau tidak bertele-tele. Berbeda dengan manusia yang penuh dengan retorika atau karang-mengarang yang hanya mencari menangnya sendiri. Sebagaimana contoh bahwa alam itu pasti dan jelas adalah struktur yang tersusun pada orbit planet di tata surya. Semuanya pasti dan jelas, jauh dari retorika.

Matahari contohnya, dia bergerak sesuai hukumnya yang pasti di alam sebagai salah satu penopang kehidupan makhluk hidup. Hukum alam yang telah kita ketahui juga, berupa hukum sebab akibat, timbal balik, dan gravitasi atau tarik-menarik.

Sedemikian sehingga manusia sudah sepatutnya untuk sadar dan lebih menghargai alam dengan cara merawat dan menjaganya dengan baik, bukan malah merusak alam itu sejadi-jadinya. Seperti saat ini, di mana illegal logging (penebangan hutan secara liar) maupun pembakaran hutan semaunya sendiri sedang merajalela.

Jadi, apabila tidak ingin mengalami bencana banjir, janganlah membuang sampah sembarangan, membabat dan membakar hujan semaunya. Namun cobalah untuk mulai merawat alam itu sendiri dengan cara, seperti reboisasi sehingga alam yang kita tinggali ini memiliki kemampuan untuk melakukan resapan air dan menyimpan cadangan ketersediannya sebagai kebutuhan hidup. Ajarkan perilaku tersebut sejak dini, lalu berlakukan untuk semua kalangan, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa.

  1. Pembuatan lubang biopori

Lubang biopori merupakan lubang yang dibuat di sekitar tempat tinggal kita. Dengan kata lain, lubang ini merupakan lubang resapan air yang berada di lingkungan sekitar. Lubang ini nantinya bisa diproyeksikan menjadi reservoir (sumur) dan resapan alam. Dan juga memungkinkan mikroba tanah atau makhluk kecil yang ada di dalam tanah ikut membantu melakukan resapan air yang menggenang di atasnya secara alami.

  1. Menyediakan rumah siaga banjir

Penyediaan rumah siaga banjir ini dimaksudkan sebagai tempat penampungan atau pengungsian saat banjir terjadi. Pengadaan rumah siaga banjir ini bisa dilakukan oleh kelompok masyarakat secara swadaya maupun bekerjasama dengan perangkat pemerintahan setempat, seperti kelurahan dan bupati. Hal-hal yang bisa dikoordinasi dengan adanya rumah siaga ini, berupa bahan makanan, pakaian, obat-obatan, komunikasi, evakuasi hingga ketersedian air bersih.

  1. Manajemen (pengaturan) hulu dan hilir sungai

Mengapa sungai? Karena sungai merupakan salah satu organ vital yang berfungsi sebagai tempat mengalirnya air menuju muara hingga berakhir di lautan. Manajemen ini memang memerlukan usaha yang ekstra karena hasil yang maksimal hanya akan diperoleh apabila masyarakat dan pemerintah setempat mau bekerjasama, sekaligus mencanangkan antisipasi yang akan dilakukan saat banjir terjadi.

Salah satu yang bisa dilakukan ialah dengan cara menerapkan sistem ramah lingkungan pada sungai yang ada di tempat tersebut, seperti melakukan konservasi air pada sungai.

  1. Memfungsikan sungai, selokan maupun saluran drainase sebagaimana mestinya

Artinya sungai, selokan maupun saluran drainase tidak dijadikan sebagai tempat pembungan sampah yang nantinya akan mengganggu jalannya aliran air yang mengalir atau tersumbat. Apabila terjadi sumbatan, sudah tentu aliran air akan terhambat sehingga alir yang tidak bisa mengalir akan meluber ke lingkungan sekitarnya.

  1. Melarang pembangunan rumah di dekat-dekat sungai

Membangun rumah di dekat-dekat sungai tentunya akan merusak tatanan lingkungan dan juga bisa merusak struktur tanah yang ada di dekat sungai. Hal ini bisa berakibat proses resapan air tidak berjalan maksimal.

  1. Reboisasi dan anti illegal logging

Reboisasi atau penanaman pohon kembali patut dilakukan bahkan digalakkan, mengingat hutan-hutan yang ada sudah mulai habis terbabat ulah tangan manusia yang tidak bertanggungjawab dan bertindak semaunya sendiri. Aksi ini juga harus lebih di-intens-kan atau lebih digalakkan di kawasan perkotaan, menilik di kota-kota besar sudah jarang sekali pepohonan yang tumbuh sehingga proses penyerapan airnya kurang baik dan udara juga terasa lebih panas dan tidak heran apabila pusat kota, seperti ibukota Jakarta selalu mengalami kebanjiran bahkan sudah menjadi musiman setiap tahunnya.

Di samping itu, larangan terhadap tindakan illegal logging(penebangan liar) harus sangat ditegakkan dan ditegaskan oleh pihak pemerintah sebagai armada negara.Sanksi atau hukuman yang diberlakukan harus benar-benar jelas dan berjalan dengan adil sesuai peraturan hukum yang berlaku.

Oleh karena itu, perlu ditekankan sekali lagi bahwa sejatinya bencana banjir yang terjadi mayoritas disebabkan olah tangan manusia. Sedemikian sehingga cara yang paling efektif untuk mencegah maupun mengatasi semua jenis banjir yang ada adalah mulai sadar dan lebih menghargai alam atau lingkungan sekitar, dimulai dari diri sendiri kemudian orang lain yang nantinya harus saling mengingatkan satu sama lainnya.

Gotong-royong antara sesama anggota masyarakat terhadap kepekaan atau kepedulian antar sesama juga harus ditanamkan dan dibuktikan dengan tindakan, seperti saling menghormarti dan tolong-menolong. Apabila sikap ini sudah berhasil tumbuh dan benar-benar dilakukan dalam masyarakat, maka kerjasama antar orang/individu dalam masyarakat akan semakin baik. Dan apabila kerjasama sudah baik, maka masalah seperti banjir pun akan mudah untuk di atasi secara bersama-sama.

Maka dari itu, mari kita sadar akan kondisi ini dan mulailah untuk lebih menghargai alam dengan cara merawat supaya tetap lestari dan tidak merusaknya sehingga bisa berakibat bencana yang tidak diinginkan, seperti banjir. Bukan hanya tidak diinginkan saja, tetapi agar tidak dirugikan pula bahkan sampai merenggut nyawa.

Pengelolaan Banjir

Mengingat banjir sudah terjadi secara rutin, makin meluas, kerugian makin besar, maka perlu segera dilakukan upaya-upaya untuk mencegah dan menanggulangi dampaknya, yang dapat dilakukan secara structural maupun non structural (Grigg, 1996 dalam Kodoatie dan Syarief, 2006).

Upaya secara struktural *berupa tindakan menormalisasi sungai, pembangunan waduk pengendali banjir, pengurangan debit puncak banjir, dll. Upaya ini telah dilakukan di beberapa daerah. Selain beragam upaya tersebut, juga dilakukan early warning system (peringatan dini) supaya pihak yang terkait dapat melakukan antisipasi sejak dini sehingga dapat meminimalisir dampaknya. Upaya agar setiap rumah membuat sumur resapan untuk menampung air hujan, sehingga dapat mengurangi banjir dan menambah cadangan air tanah.

*Upaya non-struktural merupakan upaya penyesuaian dan pengaturan kegiatan manusia supaya harmonis dan serasi dengan lingkungan. Contoh upaya non-strktural adalah pengaturan maupun pengendalian penggunaan lahan atau tata ruang, penegakan peraturan/hukum, pengawasan penyuluhan kepada masyarakat, dll. Selain upaya tersebut, upaya pengendalian banjir dan dampaknya dapat dilakukan melalui *pendekatan utama yaitu memindahkan penduduk yang biasa atau akan terkena banjir, memindahkan banjirnya, mengkondisikan penduduk hidup bersama dengan banjir (Wisner et al, 2004).

Dari 3 pendekatan tersebut yang sering dilakukan adalah mengendalikan banjirnya dan membiasakan penduduk hidup bersama banjir. Berbagai upaya tersebut telah banyak dilakukan di berbagai daerah, namun hasilnya belum seperti yang diharapkan, banjir masih terus terjadi dengan korban dan kerugian yang tidak sedikit. Upaya mengatasi banjir juga kadang-kadang ditentang penduduk karena mereka harus pindah atau direlokasi ke wilayah lain. Di Cieunteung, misalnya, untuk mengatasi banjir yang secara rutin merendam wilayah tersebut maka pemerintah kabupaten Bandung berencana membuat kolam retensi yang berfungsi untuk menampung air banjir. Pembangunan kolam retensi ini memerlukan lahan sehingga harus merelokasi penduduk. Hal ini tidak sepenuhnya disetujui penduduk karena mereka harus pindah. Selain pembangunan kolam retensi juga dilakukan upaya lain seperti pengerukan sungai untuk normalisasi sungai, pembuatan tanggul penahan banjir, dll (Rosyidie dkk, 2012).

Penanganan banjir secara menyeluruh dan berkelanjutan menjadi tugas dan tanggung jawab semua pihak baik instansi teknis maupun lembaga lain yang terkait serta masyarakat. Kerjasama inter dan antar mereka harus dilakukan agar memperoleh hasil yang optimal. Melalui beragam upaya struktural dan non-struktural yang terpadu serta berkelanjutan maka kejadian banjir di masa mendatang dapat diperkecil baik kejadian maupun dampaknya. Upaya pengendalian banjir melalui pengelolaan DAS selama ini dianggap belum berhasil dengan baik antara lain karena kurangnya koordinasi atau keterpaduan dalam perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan pengelolaan DAS termasuk dalam hal pembiayaannya. Hal ini terutama disebabkan oleh banyaknya instansi yang terlibat dalam pengelolaan DAS (Departemen Kehutanan, 2009).

Masalah pengelolaan DAS semakin kompleks karena tidak sedikit pemerintah daerah yang belum memahami konsep pengelolaan DAS yang berbasis ekosistem dan lintas batas administrasi. Sikap lebih mengutamakan aspek ekonomi seperti Pendapatan Asli Daerah (PAD) menyebabkan konsep pengelolaan DAS terpadu yang mementingkan pelestarian ekosistem menjadi terabaikan (Departemen Kehutanan, 2009).

Bila kecenderungan pembangunan dan perilaku masyarakat terhadap lingkungan masih seperti saat ini maka bencana banjir, dan bencana lain, yang diakibatkan oleh kegiatan manusia, akan lebih sering terjadi di banyak daerah dengan intensitas yang makin tinggi dan dampak yang semakin besar dan luas.

Program pengendalian banjir sudah banyak dilakukan namun banjir (frekuensi, lamanya, intensitas, luas genangan) terus meningkat. Perubahan tata ruang atau guna lahan lebih banyak pengaruh atau kontribusinya terhadap terjadinya banjir dibandingkan dengan pembangunan fisik pengendali banjir. Perencanaan tata ruang Wilayah dan Kota serta upaya kerjasama berbagai pihak dan daerah diharapkan dapat berkontribusi dalam pengelolaan bencana banjir khususnya memperkecil kemungkinan dampak negatip yang terjadi serta memanfaatkan potensi dan peluang yang tersedia di kawasan bencana banjir dengan tetap memperhatikan kondisi masyarakat setempat.

PUSTAKA

Antarajawabarat.com (2013): 282 DAS Indonesia Dalam Kondisi Kritis. Edisi 2 Februari 2013.

Faiq, Mohammad Hilmi (2012): Belajar dari banjir bandang Bukit Lawang. Kompas, 24 Agustus 2012.

Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kab. Bandung (2013): Murid SD Perlu Diberi Pelajaran Kebencanaan. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (2013): Bencana di Indonesia 2012.

Badan Meteorologi Klimatologi Geofisika (2013): Analisis Hujan Bulan Januari 2013. Buletin BMKG.

Coppola, Damon P (2007): Introduction to International Disaster Management. Elsevier, Oxford. Departemen Kehutanan (2009): Kerangka Kerja Pengelolaan DAS di Indonesia.

Lestari, Widia (2012): Identifikasi Persepsi dan Perilaku Masyarakat Terhadap Alih Guna Lahan Hutan Menjadi Budidaya Hortikultura di Hulu DAS Citarum (Studi Kasus: Desa Tarumajaya, Kecamatan Kertasari, Kabupaten Bandung). Tugas Akhir Sarjana, Program Studi Sarjana Perencanaan Wilayah dan Kota, Sekolah Arsitektur, Perencanaan, Pengembangan Kebijakan, ITB.

Harliani, Fani & Arief Rosyidie (2012): Persepsi Masyarakat Terhadap Rencana Relokasi Permukiman di Kawasan Bencana Banjir Cieunteung, Kabupaten Bandung.

Kodoatie, Robert, J dan Roestam Sjarief (2006): Pengelolaan Bencana Terpadu. Penerbit Yarsif Watampone, Jakarta. Kompas (2013): Citarum Diprediksi Makin Sering Jadi Biang Banjir. Diakses dari kompas.com, Rabu, 10 April 2013.

Pikiran Rakyat (2010): Penyebab Banjir yang menerjang sejumlah daerah; kondisi hutan di hulu DAS Citarum kritis. PR Edisi 12 November 2010.

Pikiran Rakyat (2012): DAS Citarum Dalam Kondisi Kritis. PR Edisi, 13 Oktober 2012.

Rosyidie, Arief (2001): Mitigasi Bencana Banjir. Harian Pikiran Rakyat. Rosyidie, Arief, dkk. (2012): Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Citarum. Laporan Penelitian LPPM, ITB Tempo (2003):

Walhi; Banjir Bahorok Akibat Degradasi Lingkungan. Selasa, 04 November 2003. http://www.tempo.co/read/news/2003/11/04/0 5527892/Walhi-Banjir-Bahorok-AkibatDegradasi-Lingkungan Tribunews.com, 21 Nov 2012: Korban Banjir Keluhkan Wisatawan Banjir.

Wisner, Ben; Piers Blaikie; Terry Cannon; Ian Davis (2004): At Risk, Natural Hazards, people’s vulnerability and disasters. Routledge, London

Comments

Sering Dibaca

Luas dan Batas wilayah administratif Kabupaten Malaka - NTT

Kabupaten Malaka adalah salah satu kabupaten dari 22 kabupaten/kota di Provinsi NTT, yang dimekarkan dari Kabupaten Belu pada tanggal 11 Januari 2013 sesuai amanat Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2013 tentang Pembentukan Kabupaten Malaka di Provinsi Nusa Tenggara Timur dan terletak di daratan Timor. Posisi geografis Kabupaten Malaka di daratan Timor, Provinsi NTT adalah di bagian paling timur dan Secara geopolitik, memiliki posisi strategis karena berbatasan langsung dengan Negara Republik Demokratik Timor Leste (RDTL). Kabupaten Malaka berbatasan darat atau langsung dengan Negara Timor Leste dan berbatasan laut dengan Negara Australia.   Adapun batas-batas wilayah administratif kabupaten ini adalah sebagai berikut : Selatan : berbatasan dengan Laut Timor, Utara : berbatasan dengan wilayah kabupaten Belu, Barat : berbatasan dengan wilayah Kabupaten TTU dan TTS Timur : berbatasan dengan wilayah Negara Timor Laste. Secara administratif, Kabupaten Malaka yang memiliki luas wilayah menca...

Potensi perangkap hidrokarbon pada Cekungan Timor bagian barat

Pulau Timor terbagi menjadi dua wilayah secara politis dimana Timor bagian Timur merupakan negara merdeka (Timor Leste) dan Timor Barat adalah wilayah Negara Republik Indonesia yang masuk dalam Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Pulau ini terletak di zona tabrakan antara batas kontinental NW sebelumnya pasif Australia dan sistem subduksi busur pulau Banda (Gambar 1). Secara umum    litostratigrafi    di    Pulau Timor   dapat   dibagi   menjadi tiga sikuen   yaitu Sikuen     Kekneno,     Sikuen     Kolbano, dan Sikuen Viqueque. Umur dari ketiga sikuen ini berkisar     dari     Perem     hingga     Pleistosen. Menurut    Sawyer    dkk.(1993), litostratigrafi regional   Timorsecara   umum   disusun   oleh: batuan   dasar,   Sikuen   Kekneno yang   terdiri dari Formasi Ma...

Apa itu Skala Waktu Geologi ?

Untuk memahami apa itu skala waktu Geologi, maka simaklah tulisan ini sampai selesai. Mari kita mulai, Bumi itu secara konstan berubah dan tidak ada satupun yang terdapat diatas permukaan bumi yang benar-benar bersifat tetap atau permanen. Bebatuan diatas permukaan bukit mungkin dahulunya berasal dari bawah laut. Oleh karena itu untuk mempelajari bumi maka dimensi "waktu" menjadi sangat penting, dengan demikian mempelajari sejarah bumi sama pentingnya untuk dipelajari. Jika kita berbicara tentang catatan sejarah manusia, maka biasanya ukuran waktunya dihitung dalam tahun, atau abad atau bahkan puluhan abad. Berbeda dengan berbicara tentang sejarah bumi, maka ukuran waktu yang kita gunakan atau yang dihitung dalam jutaan tahun atau miliaran tahun.  Dalam kehidupan manusia sehari-hari tidak dapat dipisahkan dari yang namanya waktu. Catatan waktu biasanya diatur dan disimpan dalam suatu penanggalan (Kalender) yang pengukurannya didasarkan atas peredaran bumi dialam semesta. Seka...

Structural geology introduction (Pengantar Geologi Struktur)

FOLD (DUCTILE) FAULT (BRITTLE)  Structural geology is the study of how rocks deform and the processes of deformation. Deformation is the change in shape, position and/or volume of an object in response to applied forces Geologi struktur merupakan ilmu yang mempelajari bagaimana batuan terdeformasi dan proses daripada deformasi tersebut.  Deformasi merupakan perubahan daripada bentuk, posisi dan/ataur volume daripada sebuah object seperti hal ini batuan sebagai respon pada gaya yang diterimanya. Deformation is caused by forces acting on the rock body. These forces maybe due to gravity (vertical force) or the movement of the tectonic plates (horizontal forces).  Deformasi disebabkan oleh gaya-gaya yang bekerja pada tubuh batuan. Gaya-gaya ini mungkin disebabkan oleh gravitasi (gaya vertikal) atau pergerakan lempeng tektonik (gaya horizontal).  The effect of these forces on a rock depends on the area over which they are applied: force/area=stress. Therefore, at its simp...

Tomografi Geofisika dan pemanfaatanya (Rencana Pondasi bendungan, Pondasi Turbin PLTA, Pondasi pekerjaan-pekerjaan besar)

  Tomografi Geofisika Dalam geofisika kita mengenal istilah Tomografi. Tomografi geofisika merupakan sebuah cara atau metode untuk mencitrakan penampang tertentu dalam metode-metode geofisika. Tomografi ini akan berguna dalam menganalisis struktur atau litologi bawah permukaan bumi dengan metode-metode geofisika. Prinsip dasarnya adalah dengan mengiris/memotong kedalaman secara vertical (sumbu Z) pada AOI (area of interest) sehingga memudahkan kita dalam menginterpretasi keadaan bawah permukaan AOI tersebut. Pemanfaatan Tomografi Geofisika Salah satu pemanfaatan tomografi geofisika menggunakan metode geolistrik untuk mengidentifikasi litologi sehingga dapat melengkapi data-data bor dan penyelidikan geologi pada bidang geoteknik. Penyelidikan geoteknik ini berkaitan dengan pekerjaan-pekerjaan besar seperti pembangunan bendungan, jembatan, jalan hingga bendungan bertingkat. Oleh karena itu dibutuhkan metode tomografi geofisika dengan menggunakan metode geolistrik yang ma...

Definisi dan Pengertian Geologi

Pernahkah anda mendengar kata GEOLOGI, apakah itu dari pembicaraan orang, media sosial, berita, dan media lainnya?. Jika pernah dan apabila belum tahu, maka lanjutkanlah membaca tulisan ini.  Geologi adalah suatu bidang ilmu pengetahuan kebumian dimana mempelajari segala sesuatu mengenai planet bumi beserta isinya. Geologi membahas tentang sifat-sifat dan bahan-bahan yang membentuk bumi, struktur, proses-proses yang bekerja baik didalam maupun diatas permukaan bumi, kedudukan bumi di alam semesta serta sejarah perkembangan dimana bumi mulai terbentuk hingga saat ini.  Geologi dapat dimasukan dalam kelompok ilmu yang kompleks, karena memiliki pembahasan materi yang beraneka ragam sehingga menarik untuk dipelajari. Sebab dengan memahami bumi melalui keilmuan Geologi, kita bisa memanfaatkannya ke dalam berbagai macam bidang seperti Pertambangan, Kebencanaan, Teknik Sipil, Teknik Lingkungan, Perencanaan Pembangunan Wilayah, Pertanian berkelanjutan, dan lain sebagainya. Karena luas...

Origin Of Porosity and Permeabillity (Porositas dan permeabilitas batuan dasar dan persamaan dasar)

a)       A porous body is a solid that contains holes. b)      The holes maybe connected or disconnected, normally or random distribute, interstitial or planar cracklike features. c)       The degree of connectivity of the pores dictates the permeability of the rock, that is, the ease with which fluid can move throught the rock body. d)      Total porosity = Part of rock that is void space, express as percentage Total porosity (n) = Vv/Vr=Volume of void / Total volume e)      As the total volume is the sum of the void and solid volum, we can express the relationship in eq. bellow : Void ratio (e) = Vv/Vs = Void volume / Solid volume e = n/(1-n) or n = e/(1+ e) SO Porosity is a measure of how much of a rock is open space. This space can be between grains or within cracks or cavities of the rock. ...

JURNAL : PEMETAAN KEMIRINGAN LERENG MENGGUNAKAN PENGINDRAAN JAUH DENGAN CITRA DEM SEBAGAI LANDASAN PEMBANGUNAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN KOBALIMA.

     

PEDOMAN PRIORITAS PEMANFAATAN AIR TANAH (3PAT), SUDAHKAH DIDAERAH MU ?

   Apakah penggunaan air tanah di wilayah kita masing-masing baik desa, kecamatan, kabupaten, propinsi dan negara telah sesuai dengan prioritasnya ? Pengertian :    Pemakaian air tanah sendiri adalah kegiatan yang menggunakan air tanah untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari,pertanian rakyat dan kegiatan bukan usaha. Kegiatan bukan usaha itu sendiri antara lain, asrama, pesantren, rumah ibadah, kantor pemerintah. Pemanfaatan air tanah untuk irigasi juga dapat dikategorikan pada kegiatan bukan usaha jika produk pertanian tersebut sebatas untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari. Pedoman Prioritas Pemanfaatan Air Tanah (3PAT) : Dalam pemanfaatan air tanah kita harus memperhatikan urutan prioritas-nya sehingga dijadikan pedoman dalam pengambilan kebijakan. Berikut ini merupakan urutan 3PAT, yaitu : 1. Penggunaan air tanah untuk air minum 2. Penggunaan air tanah untuk rumah tangga 3.Penggunaan air tanah untuk pertanian dan peternakan sederhana 4. Penggunaan air ta...

PENGANTAR PENTINGNYA MENGELOLA DAS (DAERAH ALIRAN SUNGAI)

PENGANTAR PENTINGNYA MENGELOLA DAS (DAERAH ALIRAN SUNGAI) Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan wilayah daratan yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah pengairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan (PP No.37 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai). Daerah Aliran Sungai memiliki peran yang sangat penting bagi siklus hidrologi, kemampuannya menjaga dan menjadi tempat untuk mengalirkan air dari hulu ke hilir sebagai sumber kehidupan menjadi jaminan yang akan menyatukan komponen biotik dan abiotik dalam menjaga keseimbangan lingkungan. Adanya Daerah Aliran Sungai yang terawat dapat meminimalisirkan kerusakan alam, karena lingkungannya yang terjaga. Dalam menganalisis DAS,  output  yang diharapkan adalah tersedianya air d...