SELAYANG PANDANG TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DOMESTIK KOTA BETUN DAN KAB. MALAKA, PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR.

(Emanuel Grace Manek /Yogyakarta/18/10/2019) Berkaca pada masalah-masalah penanganan sampah di indonesia, dimana pelan tapi pasti sampah menjadi masalah besar bagi perkembangan kota. Sangat disayangkan, belum ada kesadaran mengelola sampah, karena pedoman umum yang ada adalah sampah harus dibuang. Padahal, seharusnya tiap rumah tangga memilah sampahnya sebelum membuang. Di Indonesia, tiap rumah biasanya memiliki satu tempat sampah di bagian dapur, di mana semua sisa makanan, plastik bekas, kemasan produk rumah tangga, dibuang menjadi satu. Di halaman depan ataupun belakang, juga hanya ada satu tempat sampah besar. Di dalam tempat sampah besar itu, sampah dapur akan dijadikan satu dengan sampah dari bagian rumah yang lain sehngga kompleksitas kandungan pencemar dalam setiap rumah tangga yang nantinya bebas dibuang kemana saja ini akan menambah kompleksitas pencemar yang akan mencemari lingkungan, seperti bom waktu masalah sampah dan pencemaran yang di timbulkannya mempengaruhi keseimbangan lingkungan.
Kesadaran baru akan pengelolaan sampah sudah mulai dimiliki oleh Pemerintah sampai ke tingkat paling rendah bahwa sampah harus dipilah dan kemudian diolah akan tetapi jumlahnya masih sedikit. Menurut data dari laman resmi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Indonesia memproduksi 65 juta ton sampah pada 2016, naik 1 juta ton dari tahun sebelumnya. Dari jumlah 65 juta ton, sekitar 15 juta ton mengotori ekosistem dan lingkungan karena tidak ditangani. Lalu, 7 persen sampah didaur ulang dan 69 persen sampah berakhir di Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Di Indonesia ada lebih dari 400 TPA tapi baru 10 persen yang beroperasi secara maksimal. Itu karena ada sejumlah masalah dalam hal pengelolaan serta kurangnya kesadaran masyarakat akan pengelolaan sampah yang efisien.
Kabupaten Malaka merupakan salah satu Kabupaten yang berada di propinsi Nusa Tenggara Timur yang mana berbatasan langsung dengan Negara Timor Leste. Wikipedia melansir bahwa Kabupaten yang memiliki ibukota Kabupaten yang bernama Betun ini merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Belu yang disahkan dalam sidang paripurna DPR RI pada 14 Desember 2012 di gedung DPR RI tentang Rancangan UU Daerah Otonomi Baru (DOB). Dengan menjadi Kabupaten baru tentu saja berbagai aktifitas mulai dari perkembangan ekonomi, meningkatnya pembangunan infrastruktur, peningkatan populasi penduduk dan konsumsi masyarakat yang meningkat di Kabupaten Malaka khususnya di Kota Betun dari tahun ke tahun.
Konsekuensi dari perkembangan kota khususnya Kota Betun yang merupakan pusat kegiatan pemerintahan dan perekonomian di Kabupaten Malaka setiap tahunnya tentu saja akan berhubungan dengan peningkatan konsumsi yang tentu saja meningkat setiap tahunnya terhadap kebutuhan domestik masyarakat kota betun sehari-hari. Dengan adanya peningkatan tersebut akan berhungunan linear dengan peningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat menjadi lebih baik dimana petani, peternak, nelayan, dan pedagang kerajinan tangan dari desadesa di Kabupaten Malaka dapat menjual dagangannya ke Kota Betun dengan transportasi mobil, angkot, ojek, sehingga peredaran uang dari desa ke kota lebih bervariasi jika dibandingkan dengan waktu sebelum Kabupaten Malaka mekar menjadi Kabupaten baru di NTT.
Namun pada sisi lain dari perkembangan kota Betun, kita akan dihadapi dengan peningkatan sampah domestik di Kota Betun yang dimana belum ada data valid mengenai berapa meter kubik volume sampah yang diangkut setiap harinya di Kota Betun serta ketersediaan tempat pembuangan akhir sampah (TPA) yang mampu menampung serta mengolah sampah domestik kota betun bahkan sampah domestik kabupaten Malaka. Dengan beragam jenis sampah yang kita hadapi, baik sampah organik maupun inorganik serta ketersediaan tempat sampah umum yang dapat memudahkan akses petugas kebersihan untuk menampung sampah-sampah domestik sebelum membuang ke tempat pembuangan akhir, namun yang terjadi dilapangan belum ada kevalidan data mengenai sebaran tempat-tempat sampah umum di Kota Betun yang dikaji secara statistik dalam hubungannya dengan kemampuan menampung seluruh sampah domestik di Kota Betun, dapat diberikan contoh sumber sampah dimana ada yang berasal dari pasar tradisional, pertokoan, kegiatan industri seperti pabrik tahu, dari rumah tangga, bahkan dari rumah sakit dimana jika tidak dikelola dengan baik pembuangannya yaitu sebaran tempat-tempat sampah umum yang menjangkau semua sumber-sumber sampah tersebut sebelum diangkut ke TPA maka akan menjadi sumber-sumber pencemaran baik pencemaran udara, tanah serta air permukaan dan air tanah bahkan menjadi agen penyakit bagi hewan, tumbuhan dan manusia.
Hasil survei dan riset sampah plastik KLHK 2015 & 2018 mencatat jumlah pemakaian kantong belanja plastik di 32 ribu retail modern anggota Aprindo pada 2016 sebesar 9,85 miliar lembar/tahun. Selanjutnya, pada 2018 terjadi peningkatan pengguna kantong belanja plastik 870 juta lembar. Temuan tersebut menunjukkan masih tingginya penggunaan kantong plastik yang tentunya menambah produksi sampah oleh masyarakat. Tidak hanya dalam kuantitas, komposisi sampah plastik tiap tahun juga mengalami peningkatan. Sementara itu, jumlah yang didaur ulang belum cukup signifikan yakni hanya 11-12 persen dari total sampah, sedangkan sisanya masuk ke TPA.
Tingginya penggunaan kantong plastik yang tentunya menambah produksi sampah oleh masyarakat ini juga berlaku di kehidupan domestik masyarakat Kabupaten Malaka terutama di Kota Betun, hal ini di perparah dengan belum tersedianya TPA di Kabupaten Malaka sehingga sampah-sampah organik maupun anorganik domestik Kota Betun tersebut terbuang bebas di sepanjang Hutan Kateri yang merupakan Kawasan Suaka Margasatwa (SM) yang memiliki Batas-batas kawasannya antara lain sebagai berikut, bagian utara berbatasan dengan Desa Kateri dan Desa Barada, bagian selatan berbatasan dengan Desa Kareana, bagian barat berbatasan dengan Desa Bakiruk dan bagian Timur berbatasan dengan Desa Wehali, Kamanasa dan Lakeun Utara.
Kawasan Suaka Margasatwa (SM) Kateri sendiri merupakan kawasan yang dimana menjadi habitat satwa liar daerah kabupaten Malaka. Hutan SM Kateri merupakan hutan primer dengan berbagai macam jenis pohon, dapat berfungsi untuk pengaturan tata air, pencegahan bahaya banjir, dan tanah longsor. Kawasan SM kateri ini juga menyediakan sumber mata air bagi masyarakat sekitar kawasan SM kateri, dari data yang dikumpulkan terdapat kurang lebih sekitar 11 (sebelas) mata air diantaranya: we kafatu, we namama, we hahanok, tubaki, we lamela, uma sukaer, we onu, we ma’ama, we hudi, abad raho, simbea. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Ferdinand Un Mutipada tahun 2016, dikatakan bahwa terdapat 10 (sepuluh) sumber mata air di SM kateri antara lain : we au, tubaki, wera, wenitas, wesarasa, we lamela, wematan hitu, wesedok, ma’ama, wesiriboti.
Mata air-mata air ini merupakan aset dari generasi terdahulu ke generasi sekarang dalam pemenuhan kebutuhan air bersih masyarakat sekitar. Seharusnya mata air dijaga dan dikelola sehingga berlanjut ke generasi yang akan datang salah satu cara sederhana yaitu dengan tidak membuang sampah-sampah yang komposisi pencemar beragam dari domestik kota Betun ke SM Kateri sehingga kualitas air tanah tetap terjaga dari waktu ke waktu baik itu air permukaan maupun air tanah. Tugas berikutnya yaitu membuat kajian-kajian ilmiah dari multidisiplin ilmu pengetahuan untuk pembuatan lokasi TPA atau TPS serta yang disesuaikan dengan RTRW Kabupaten demi pembangunan yang berkelanjutan yang memaksimalkan penggunaan anggaran dan tepat guna salah satunya pada pengelolaan sampah domestik ibukota Kabupaten Malaka.
bagus pace..
ReplyDeleteThanks KK
ReplyDeleteGreat writing, Thanks for giving the new insight.
ReplyDelete